........................................................... (potongan)...............................................
Yang
namanya orang lagi demo pasti pakai emosi –gini deh orang Indonesia banyak yang
tempramental. Awalnya demo berjalan tertib dengan tetap di awasi polisi.
Setelah mereka meluapkan aspirasi mereka suasana mulai memanas. Apalagi waktu
salah satu mahasiswa itu adu mulut sama polisi. Tambah deh semrawut. Nggak lama
kemudian si Bapak Polisi yang adu mulut tadi di lemparin ‘water art’. Idihh.. pup sama pipnya orang dibawa-bawa. Polisinya
yang udah bulepotan nggak terima juga dan ikutan nyerang. Suasana yang tadinya
semrawut sekarang malah tambah semrawut.
Heran gue. Jadi sedari tadi mereka
ngomong segala macem pake toa gembar-genbor sana-sini, mereka tuh ngantongin
pup sama pipnya sendiri? Massya Allah. Sebenerya mereka ini beneran mahasiswa
apa tukang sedot WC sih? Atau mereka ini tukang sedot WC yang lagi nyamar jadi
mahasiswa? Atau mereka adalah mahasiswa yang sebenarnya adalah tukang sedot WC?
Aaaaaaa..... nggak ngertiii...!!!!!!
Waktu gue nonton ini berita, gue
berasa lagi lihat film action. Itu
tuh film yang paling pas, anu.. itu.. aduhhh.. judulnya gue lupa. Yang itu lho,
yang intinya tentang rebutan kekuasaan pakai perang-perangan zaman kekaisaran
romawi. Pas banget kalau lakonnya kayak gitu. Bedanya yang ini nggak pakai pup
sama pip.
Menyampaikan
aspirasi memang baik dan tidak dilarang. Dan sebelum hal itu dilarang mari kita
lakukan dengan jalan musyawarah, munfakat, keadilan, dan perdamaian. So,
sebagai generasi muda penerus bangsa kita dapat merubah citra demo yang identik
dengan kerusuhan menjadi sebuah wadah penampung aspirasi rakyat. Dan seharusnya
pemerintah juga menyediakan wadah untuk menampung aspirasi rakyatnya. Gue punya
beberapa tips buat para demonstran agar demonya menghasilkan hal yang positif.
Jadi mulailah berdemo dengan baik dengan menggunakan tips-tips ini.
1. Para
demonstran yang kebanyakan dari kalangan mahasiswa itu demonya niat banget.
Sampai nggak lupa bawa palu, martil, paku, dan lain-lainnya. Tapi, yang gue
heran mereka itu mau demo apa mau benerin rumah? Daripada buat ngelemparin
orang-orang yang nggak bersalah mending buat bantu-bantu benerin genteng
tetangga yang bocor. Syukur-syukur kalau tetanggnya baik, habis benerin
langsung di kasih duit.
2. Ada
juga sedikit dari mereka yang bawa ban bekas. Ban yang mereka bawa itu pasti
ujung-ujungnya bakal dibakar. Gini deh, buat mahasiswa yang sering demo kayak
begituan yang baca tulisan gue ini. Mendingan jangan bakar ban. Bukan masalah
apa-apa. Daripada bakar ban mendingan bakar sate aja rame-rame. Gini ya, bakar
ban tuh nggak ada untungnya. Asap dari bakaran ban itu sendiri baunya
na’uzubillah. Coba deh kalau bakar sate pasti baunya wangi. Lagian kalau bakar
ban cuma bikin capek doang. Nah bakar sate coba? Habis demo kan nanti bisa
dimakan rame-rame. Bisa dapet untung kalau satenya enak, banyak orang yang
lewat yang ikutan beli. Kan bisa dapet duit lagi. Pulang dari demo bisa buka
warung sate “CAK MAMAT”. Itung-itung juga buat nambah uang jajan kuliah atau
buat bayar semesteran.
3. Eh..
iya, dan nggak sedikit pula dari mereka yang bawa spanduk betuliskan tuntutan-tuntutan
mereka. Ternayta demo juga banyak ngabisin duit –buat beli spanduk sama pilog. Daripada
buang-buang duit buat beli spanduk yang pada akhirnya juga akan di buang,
mendingan spanduknya dimanfaatin buat cari duit. Sebenarnya dengan adanya demo
yang menggunakan spanduk kayak gitu membuka peluang emas buat para wirausaha
untuk beriklan. Hubungan antara mahasiswa yang berdemo memakai spanduk dengan
seorang wirausahawan merupakan simbiosis mutualisme.
Gini,
mereka yang sering berdemo dengan menggunakan spanduk pasti: kehilangan tenaga,
pikiran, dan tentunya uang. Cara mengatasinya adalah, mereka berdemo
menggunakan tenaga yang sebenarnya dapat mereka jadikan sebagai peluang bisnis.
Misalnya mereka dapat mengganti tulisan mereka dengan tulisan “SIOMAY MANG AANG”,
sambil dibawa keliling di bunderan HI. Toh sama-sama pakai spanduk. Cuma yang
ini beda. Kalian dapet diut dari Mang Aang karena udah mau ngiklanin siomaynya
sampai ke bunderan HI. Nah Mang Aang juga untung karena siomaynya laris sampai
bunderan HI. Apalagi kalau Mang Aangnya baik, pasti kalian bakal sering dapet
gratisan makan di Siomay Mang Aang. Beda juga kalau kalian ngiklanin sendal
buatan Cibaduyut. Yang pasti kalian juga bakalan dapet sendal made in Cibaduyut.
Jadi
demo bukan lah suatu kata yang mengandung arti keanarkian, tetapi dapat
disimpulkan dan menjadi sebuah pelajaran. Makna dari demo sesungguhnya adalah
menyampai kan aspirasi bukan meluapkan kekesalan. Marilah, mulai sekarang
sebagai generasi muda jalankan demo dengan tertib dan tidak anarki. 'Wis lah urip digawe kepenak'