Demo, Demo, Demo?

Diposting oleh Trisna Ekka di 05.08 0 komentar

 ........................................................... (potongan)...............................................
Yang namanya orang lagi demo pasti pakai emosi –gini deh orang Indonesia banyak yang tempramental. Awalnya demo berjalan tertib dengan tetap di awasi polisi. Setelah mereka meluapkan aspirasi mereka suasana mulai memanas. Apalagi waktu salah satu mahasiswa itu adu mulut sama polisi. Tambah deh semrawut. Nggak lama kemudian si Bapak Polisi yang adu mulut tadi di lemparin ‘water art’. Idihh.. pup sama pipnya orang dibawa-bawa. Polisinya yang udah bulepotan nggak terima juga dan ikutan nyerang. Suasana yang tadinya semrawut sekarang malah tambah semrawut.
            Heran gue. Jadi sedari tadi mereka ngomong segala macem pake toa gembar-genbor sana-sini, mereka tuh ngantongin pup sama pipnya sendiri? Massya Allah. Sebenerya mereka ini beneran mahasiswa apa tukang sedot WC sih? Atau mereka ini tukang sedot WC yang lagi nyamar jadi mahasiswa? Atau mereka adalah mahasiswa yang sebenarnya adalah tukang sedot WC? Aaaaaaa..... nggak ngertiii...!!!!!!
            Waktu gue nonton ini berita, gue berasa lagi lihat film action. Itu tuh film yang paling pas, anu.. itu.. aduhhh.. judulnya gue lupa. Yang itu lho, yang intinya tentang rebutan kekuasaan pakai perang-perangan zaman kekaisaran romawi. Pas banget kalau lakonnya kayak gitu. Bedanya yang ini nggak pakai pup sama pip.
Menyampaikan aspirasi memang baik dan tidak dilarang. Dan sebelum hal itu dilarang mari kita lakukan dengan jalan musyawarah, munfakat, keadilan, dan perdamaian. So, sebagai generasi muda penerus bangsa kita dapat merubah citra demo yang identik dengan kerusuhan menjadi sebuah wadah penampung aspirasi rakyat. Dan seharusnya pemerintah juga menyediakan wadah untuk menampung aspirasi rakyatnya. Gue punya beberapa tips buat para demonstran agar demonya menghasilkan hal yang positif. Jadi mulailah berdemo dengan baik dengan menggunakan tips-tips ini.
1.      Para demonstran yang kebanyakan dari kalangan mahasiswa itu demonya niat banget. Sampai nggak lupa bawa palu, martil, paku, dan lain-lainnya. Tapi, yang gue heran mereka itu mau demo apa mau benerin rumah? Daripada buat ngelemparin orang-orang yang nggak bersalah mending buat bantu-bantu benerin genteng tetangga yang bocor. Syukur-syukur kalau tetanggnya baik, habis benerin langsung di kasih duit.
2.      Ada juga sedikit dari mereka yang bawa ban bekas. Ban yang mereka bawa itu pasti ujung-ujungnya bakal dibakar. Gini deh, buat mahasiswa yang sering demo kayak begituan yang baca tulisan gue ini. Mendingan jangan bakar ban. Bukan masalah apa-apa. Daripada bakar ban mendingan bakar sate aja rame-rame. Gini ya, bakar ban tuh nggak ada untungnya. Asap dari bakaran ban itu sendiri baunya na’uzubillah. Coba deh kalau bakar sate pasti baunya wangi. Lagian kalau bakar ban cuma bikin capek doang. Nah bakar sate coba? Habis demo kan nanti bisa dimakan rame-rame. Bisa dapet untung kalau satenya enak, banyak orang yang lewat yang ikutan beli. Kan bisa dapet duit lagi. Pulang dari demo bisa buka warung sate “CAK MAMAT”. Itung-itung juga buat nambah uang jajan kuliah atau buat bayar semesteran.
3.      Eh.. iya, dan nggak sedikit pula dari mereka yang bawa spanduk betuliskan tuntutan-tuntutan mereka. Ternayta demo juga banyak ngabisin duit –buat beli spanduk sama pilog. Daripada buang-buang duit buat beli spanduk yang pada akhirnya juga akan di buang, mendingan spanduknya dimanfaatin buat cari duit. Sebenarnya dengan adanya demo yang menggunakan spanduk kayak gitu membuka peluang emas buat para wirausaha untuk beriklan. Hubungan antara mahasiswa yang berdemo memakai spanduk dengan seorang wirausahawan merupakan simbiosis mutualisme.
Gini, mereka yang sering berdemo dengan menggunakan spanduk pasti: kehilangan tenaga, pikiran, dan tentunya uang. Cara mengatasinya adalah, mereka berdemo menggunakan tenaga yang sebenarnya dapat mereka jadikan sebagai peluang bisnis. Misalnya mereka dapat mengganti tulisan mereka dengan tulisan “SIOMAY MANG AANG”, sambil dibawa keliling di bunderan HI. Toh sama-sama pakai spanduk. Cuma yang ini beda. Kalian dapet diut dari Mang Aang karena udah mau ngiklanin siomaynya sampai ke bunderan HI. Nah Mang Aang juga untung karena siomaynya laris sampai bunderan HI. Apalagi kalau Mang Aangnya baik, pasti kalian bakal sering dapet gratisan makan di Siomay Mang Aang. Beda juga kalau kalian ngiklanin sendal buatan Cibaduyut. Yang pasti kalian juga bakalan dapet sendal made in Cibaduyut.
Jadi demo bukan lah suatu kata yang mengandung arti keanarkian, tetapi dapat disimpulkan dan menjadi sebuah pelajaran. Makna dari demo sesungguhnya adalah menyampai kan aspirasi bukan meluapkan kekesalan. Marilah, mulai sekarang sebagai generasi muda jalankan demo dengan tertib dan tidak anarki. 'Wis lah urip digawe kepenak'
 

Trisna Ekka Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review